Kamis, 28 Maret 2013

Book Review: Remember Dhaka by Dy Lunaly


Judul Buku : Remember Dhaka
Penulis : Dy Lunaly
Penyunting : Ikhdah Henny
Penerbit : Bentang Belia
Jumlah Halaman : 212 hlm
Harga : Rp 37.000,-
ISBN : 978-602-9397-64-2


Di antara dunia baruku yang absurd, aku menemukanmu.
Di antara semerawutnya kota ini, kamu datang seperti peri.
Kurasa, kamu jadi alasan terbesarku bisa dan mau bertahan di sini.
Dhaka, tak pernah sekali pun tepikir olehku sebelumnya.
Bersama kamu, aku bisa menemukan diriku.
Karena kamu, kota ini jauh lebih hidup di mataku.
Jadi, tetaplah di sini.
Tetaplah indah seperti peri.



Kire!*

Kalimat-kalimat yang dicetak miring tersebut merupakan kalimat yang terdapat di belakang novel Remember Dhaka karangan penulis muda Dy Lunaly. Remember Dhaka merupakan novel keduanya setelah novel pertamanya yang berjudul My Daddy ODHA juga diterbitkan oleh Bentang Belia dan novel terbarunya yang berjudul NY Over Heels yang lagi-lagi diterbitkan oleh Bentang Belia di bulan Maret ini. 

Well, balik lagi ke Remember Dhaka di mana cerita bermula dari seorang cowok, high quality, baru banget lulus SMA bernama Arjuna Indra Alamsjah yang hobinya party dan hura-hura, memiliki sifat suka seenaknya dan keras kepala ini tiba-tiba berada di Dhaka! Hah? Dhaka? Dimana tuh?! *buka atlas (versi tradisional)* *buka google maps (anak jaman sekarang)* :p

Sebuah pertanyaan besar, kenapa Arjuna, yang biasa dipanggil Juna ini bisa tiba-tiba ada di kota antah berantah itu? Apa alasannya cowok yang nggak bisa hidup susah alias hidup serba mudah, sangat berkecukupan, bisa mendapatkan apa saja yang dia mau, harus tinggal di kota yang merupakan ibukota dari negara Bangladesh ini selama satu bulan?

Sabtu, 16 Maret 2013

Sacramento Chapter 2



"Halo Mbak Prue..." sapa seorang petugas kebersihan saat Prue melangkahkan kaki menuju ruangannya di Sacramento. Prue mengangguk sambil memberikan senyum cerah ceria ramahnya. Hari masih pagi dan Sacramento baru mulai buka pada pukul 10.00, which is tiga jam lagi. Tidak biasanya Prue datang sepagi ini namun ia merasa mati gaya jika berlama-lama diam di rumah kecilnya yang terletak di kawasan Rawa Mangun. Sendirian. Itu sebenarnya penyebab mengapa Prue jarang sekali berada di rumah dan memilih menghabiskan sebagian besar waktunya di Sacramento. Di sini ia memiliki sahabat, teman, sekaligus tamu-tamu pengunjung cafe yang membuat hidupnya menjadi lebih bersemangat dan merasa diperhatikan oleh para pegawai yang merangkap sebagai teman-teman terdekatnya di kota metropolitan ini.

Prue merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Semua keluarganya tinggal di Bandung kecuali kakak laki-lakinya yang kini menetap bersama istrinya di India. Mereka berdua adalah pasangan dokter bedah yang mendedikasikan hidupnya demi merawat pasien-pasien tidak mampu yang membutuhkan pertolongan mereka di salah satu rumah sakit di India. Dan Prue memilih mandiri di kota ini, sendiri pada awalnya namun akhirnya ia bertemu dengan Marco saat laki-laki itu tak sengaja melakukan pertemuan bisnis dengan kliennya di Sacramento, dua tahun lalu.

Prue segera meletakkan tote bag-nya di atas meja dan tiba-tiba saja aura cafe ini mengingatkannya akan sesuatu. Ah... Bukan. Bukan sesuatu tapi... seseorang. Seseorang yang datang kemarin sore ke cafe ini, memanggil pelayan dengan raut wajah sebal. Seseorang yang membuat Prue mendatangi mejanya dan menawarkan lighter ketika ia mengetahui apa yang sedang pria itu cari di dalam tas dan kantong pakaiannya. Sebuah lighter yang mengantarkan Prue pada obrolan singkat dengan pria itu yang mau tak mau membuat dirinya merasa aneh oleh kelakuannya sendiri. 

Namanya Dion. 

Rabu, 06 Maret 2013

Sinar Cinta

Sinar memandangi sosok di depannya. Matanya yang bulat membesar indah saat sosok di hadapannya tersebut bergerak, terseyum, tertawa. Bahkan Sinar pun ikut tertawa! Satu hal yang sangat jarang terjadi pada Sinar.

Sosok di hadapnnya, yang hanya dapat Sinar nikmati hanya dengan menjadi teman terdekatnya kini berbalik. Wajahnya berseri-seri penuh gairah kesenangan, mau tak mau, seperti terhipnotis, Sinar ikut tersenyum karenanya. Satu hal lagi yang Sinar jarang lakukan.

Apa cinta yang dapat membuat Sinar seperti ini?

Masih tersenyum, Sinar menghampiri Rian. Duduk di hadapan lelaki yang sudah menjadi temannya semenjak dua tahun lalu.

Sinar harus mengatakannya! Sekarang juga! Ia tidak akan menunggu lagi! Sinar memberanikan diri, memegang lengan Rian, ditatapnya Rian dengan penuh makna.

"Rian..." ujar Sinar dengan degup kencang jantung mengiringinya. Rian balas menatap Sinar, ada raut kebingungan di sana.

"Ya Sinar? Ada apa?" tanya Rian tanpa menaruh curiga sedikitpun.

Degup jantung Sinar semakin bertalu-talu. Bagaimanapun ia harus mengatakan ini pada Rian! Ia tak mau lagi kehilangan kesempatan. Tidak untuk kedua kalinya!