Tentang Naira

"Bintang, jangan ngelihatin aku terus ah. Aku jadi malu," Naira tertunduk malu-malu namun rona pipinya yang sewarna lambang cinta itu tak dapat dipungkiri. Bintang tersenyum seraya mengacak rambut Naira pelan.

"Kamu lucu kalau lagi malu-malu begitu," balas Bintang kemudian.

Naira mendongak, menatap wajah Bintang yang kini menatapnya dengan tatapan, entahlah, sayang mungkin.

"Kamu hebat Nai, dengan kondisi seperti kamu tapi kamu bisa memperjuangkan hak kamu sebagai seorang manusia. Mungkin bagi sebagian orang di luar sana, profesi kamu ini hina, tapi siapa yang mau pada awalnya untuk seperti ini? Mereka hanya bisa menuduh tanpa memberikan solusi.."

Naira sekali lagi terpana pada pria tampan di hadapannya. Pria itu sebenarnya semangat Naira memperjuangkan keberadaan dirinya sebagai seorang manusia. Menjelaskan pada orangtua dan keluarganya akan keadaannya setelah bertahun lamanya mereka menolak menerima keadaan dirinya yang seperti ini. Akhirnya, perjuangan itu memberikan hasil juga, batin Naira pelan.

Ia menggenggam tangan Bintang kemudian mengecupnya pelan.


"Tanpa kamu, mana bisa sekarang aku berada di sini Bintang, terimakasih. Terimakasih banyak..."

Bintang mengangguk, kemudian membelai lembut pipi Naira.

"Ya, akhirnya kamu bisa sampai ke Thailand juga Nai, dan memenangi kontes ini berkat tekad kamu yang sekuat baja. Congratulation sekali lagi for you Naira..."

Naira tersenyum manis. Tangannya terangkat ke atas kepala. Jari-jarinya yang lentik menyentuh benda berkilau di sana. Sebuah mahkota cantik bertengger di kepalanya, hasil mengikuti kontes paling terkenal di Thailand, yang ia idamkan selama bertahun lamanya dan kini ia menjadi pemenangnya.

"Aku masih heran deh, kenapa kontestan nomor 12 itu nggak lolos final ya Nai? Padahal dia cantik banget.." Bintang menggeleng-geleng mengingat acara kontes kecantikan tadi. Seketika Naira tertawa kencang sampai air matanya keluar.

"Dia lupa cukur kumisnya, dan kamu tahu Bintang, dia juga masih ada jakunnya!"