Rabu, 31 Oktober 2012

Transformation

Pengumuman: gue "menjanda" lagi malam ini. Sekian. Terima kasih.

Lima menit setelah update status di twitter yang menandakan bahwa aku resmi jadi janda malam ini, setitik ide jahil muncul di kepalaku. Aku meraih Iphone-ku dan memencet nomor Beno. Setelah nada sambung yang ke entah-delapan-mungkin, Beno baru mengangkatnya.
"Ya, Lex ada apa?" tanyanya.
"Aku sakit Ben, tiba-tiba aja pusing, badanku panas, lemes banget Ben. Kamu pulang ya, sekarang," kataku.
"Kamu suruh si Mbok aja ke rumah ya, bentar lagi aku ada operasi."
"Lama Ben, lagian di apartemen kan nggak ada mobil, bakalan lama kalau nunggu si Mbok dateng, aku udah nggak kuat Ben, pusing banget nih.." pintaku dengan nada paling memelas sedunia. Ku dengar Beno mendesah.
"Oke," katanya singkat lalu menutup telepon.

Iphone hitam itu kuletakkan begitu saja di atas nakas. Hatiku gembira menunggu dokter galak itu pulang ke rumah di Kebagusan. Kalau aku tidak berpura-pura sakit seperti ini, mana mungkin dokter paling sibuk sedunia itu mau buru-buru pulang dan menemani aku yang sendirian di rumah.

Entah kenapa walau waktu sudah menunjukkan pukul sebelas malam aku merasa sangat kegerahan, bahkan AC di dalam kamar pun tak ada pengaruhnya walau sudah ku setel ke temperatur paling rendah. Maka dari itu, aku memutuskan untuk berjalan ke arah balkon kamar, dan membuka pintunya, berharap angin malam dapat menghilangkan kegerahan ini.

Bulan terlihat indah. Bulat, sempurna. Aku melihat tanggalan di samping Iphone yang kuletakkan tadi dan menemukan bahwa hari ini tepat tanggal 15. Pantas saja bulan membulat sempurna sekarang. Dan sepertinya, menghabiskan malam berdua dengan Beno di balkon ini romantis juga. Aku tersenyum membayangkannya.

Tak sampai lima belas menit, aku mendengar suara mobil di bawah. Beno bulu itu pulang juga! Aku langsung melejit ke atas kasur, melatih beberapa ekspresi paling sakit dan menderita yang ku bisa agar Beno percaya kalau aku benar-benar sakit. Lima detik kemudian, wajahnya sudah berada di atasku.

"Kamu kenapa Alexandra? Sakit apa?" tanyanya khawatir sambil memegang dahiku yang tidak panas.
"Dahi kamu nggak panas, Lex."
Ups!!
"Masa sih Ben, tadi panas kok. Nih aku masih sakit, pusing-pusing, nggak enak badan Ben," kataku bohong. Beno meringsut menjauh dari tempat tidurku kemudian mengeluarkan Iphone-nya, menelepon seseorang.
"Ya, saya butuh ambulans sekarang juga, ya di Kebagusan!" bentak Beno pada orang di telepon. Seketika tubuhku menegang, kok malah begini sih?!
"Ben, nggak usah panggil ambulans Ben, aku nggak separah itu," ujarku panik. Beno melihatku sekilas.
"Lex, aku harus pergi, aku nggak bisa jagain kamu sekarang. Nanti ada ambulans dan perawat RS datang ke sini, kamu ikut aja sama mereka ya. Aku pergi dulu." Beno tiba-tiba saja keluar kamar dan tanpa pikir panjang aku langsung mengejar dirinya.
"Ben!! Benoooo!!" Napasku tersengal saat aku sampai di depan rumah. Lho?! Mobil Beno masih terparkir sembarangan di luar pagar dan tak ada tanda-tanda kalau dia sudah keluar.
"Ben?! Benooo?!!" panggilku panik, sadar kalau aku sedang berada di luar rumah tengah malam begini.

BRUKK!!!
KRAKK!!

Aku terkesiap. Seluruh darah di tubuhku seperti mengalir begitu deras. Membuat jantungku kelabakan memompanya. Suara itu seperti suara berdebum, kencang diikuti suara sobekan. Secepat kilat aku masuk ke dalam rumah dan kembali ke kamar, berlari menuju balkon untuk menutup pintu, namun..
ada robekan pakaian yang berserakan di atas rumput, seperti sengaja dirobek oleh pemiliknya. Itu pakaian milik Beno!

"Benoooooo!!!!" teriakku semakin panik. Beno tidak menampakkan wajahnya sama sekali. Ku teriakkan sekali lagi namanya, kali ini lebih kencang, namun Beno tak muncul juga.

Tiba-tiba suara lolongan panjang mengagetkanku dan sejuta cerita masa lalu yang pernah Ibu Beno ceritakan padaku saling menerjang otakku.
Lolongan? Bulan purnama? Tanggal 15? Dan...

"Beno?"

Setengah mati aku menahan untuk pingsan saat aku melihat sesosok werewolf dihadapanku. Berwarna hitam legam dengan mata emasnya yang menakutkan.

"Beno, itu k-kamu?" Aku mendekatkan diri ke arah werewolf itu, mengelus bulu-bulunya yang lebat dan panjang.
Ada satu fakta yang tak terelakkan yang menyadarkanku bahwa itu benar-benar dirinya.
Bulunya!! Bulu werewolf itu! Bulu milik Beno!


(Spin from Twivortiare, 310)




Tidak ada komentar:

Posting Komentar