Kamis, 31 Mei 2012

Black Confetti (3)

Aku keluar dari kamar mandi, masih dengan handuk yang menggelung rambutku yang basah. Tadi aku mengambil sehelai t-shirt gombrong Rolling Stone dan celana piyama garis biru muda. Mungkin hanya aku satu-satunya —koreksi, hanya kami satu-satunya pasangan di dunia ini yang melewatkan malam pertama dengan baju tidur yang sama sekali tidak ada seksi-seksinya. Apa yang pria lihat dari seorang perempuan usia 20 tahun yang menggunakan t-shirt gombrong butut dan celana piyama? Jawabannya adalah tentu saja tidak ada. Dan ini sangat menguntungkanku tentunya, karena malam ini harus kuhabiskan dalam satu ruangan berdua saja dengan pria itu, yang aku takutkan kalau dia berani-berani menyentuhku.
Setelah kebaya beserta pernak-pernik pernikahan lain sudah ku taruh di tempat yang semestinya, aku beranjak naik ke atas kasur king-size itu. Rasanya damai sekali setelah seharian ini berdiri menyalami orang-orang, tersenyum dibuat-buat, dan berlaku sok mesra seperti istri-istri kebanyakan. Akhirnya, drama menjijikkan itu kuakhiri juga. Aku menarik selimut hingga ke dada, ku turunkan temperatur AC di kamar hingga minimum. Selalu menyukai momen seperti ini ketika suasana dingin mengusik, kau pasti punya sehelai selimut yang tetap menghangatkanmu bukan? Ini asyik, apalagi di dalam suite mahal yang seharusnya menjadi tempat-bikin-aku-jadi-ngidam-satu-bulan-ke depan. Tentu saja itu hal paling konyol yang pernah ku dengar. Usiaku baru 20 tahun, aku masih berstatus mahasiswi ekonomi di salah satu perguruan tinggi swasta terkenal di Bogor, ngidam-ngidam apalagi punya anak masih jauh dari pikiranku saat ini.
Tempat tidurku bergoyang, refleks aku membuka mata, kaget sekaligus penasaran makhluk kurang ajar mana yang mengganggu istirahatku. Oh yeah, Mr. Bengis itu tidur tepat di sebelahku. Oh, tunggu, APAAAA!!!! Si Sadis tidur di sebelahku??
“AAAAAAAAAAAAA!!!!” sontak aku berteriak ketakutan sambil menarik selimut itu hingga ke dagu, mataku ku arahkan pada manusia yang berada tepat di sebelahku.
“SHUT UP!!! Berisik sekali kamu. Aku mau istirahat, bisa kalau nggak ada drama-drama dulu? Oh apa kamu mengharapkan ‘itu’?” tanyanya dengan wajah yang sukses membuatku ingin sekali menonjoknya saat itu juga.
“Kamu kenapa di tempat tidurku?! Turun!!!!” perintahku kalut. Tentu saja aku tidak bisa membiarkan manusia ini tidur di sebelahku dengan keadaan, keadaan seperti sekarang ini. Oke, aku masih menggunakan baju dan celana. Tapi dibalik itu semua? Ya Tuhaaan, aku mual membayangkan sewaktu-waktu aku tidur, selimut ini akan tersingkap, dan tubuh kami yang kian mendekat daaaaaaaaaaaan HOEKSSS!!
Pria itu menekuk wajahnya. Raut sebal 1000% jelas tercetak.
“Maksudmu aku harus tidur di sofa?” Pertanyaannya retoris.
“Gila! Kamu pikir aku apa sampai rela biarkan kamu menikmati kenyamanan ini sendiri dan aku yang harus mengalah demi perempuan liar seperti kamu?! Kalau kamu nggak suka aku tidur di sini, kamu saja yang turun. Tidur di sofa!!” bentaknya kasar. Pria ini memang brengsek, sangat brengsek. Makhluk macam apa yang aku nikahi ini ya Tuhaaan..
“Maksud kamu aku yang mengalah demi cowok tua kurang ajar yang seenaknya tidur di sini?!! Kamu lupa sama perjanjian kita?!” aku semakin merapatkan selimut itu ke tubuhku. Tidak sudi kalau sampai manusia gila ini melihat sesuatu yang bukan-bukan dari tubuhku.
“Cowok tua?!!” kata pria disampingku yang sedang menyarangkan mata cokelat bengisnya ke arahku. Ia gusar, tindakannya membuatku ketakutan. Ia menggeser tubuhnya yang kekar dan besar ke arahku. Oh yeah, bagus sekali Cassandra, kau membangunkan singa, oh bukan, raja singa kelaparan yang sedang tidur. Ia kini akan memakanmu dalam hitungan detik!
“Mau apaaaaa????” teriakku frustasi, masih memegangi selimutku erat-erat. Tuhan, tolong hambamu dari singa kelaparan yang kini menatap garang ke arahku dalam jarak tak sampai setengah meter ini. Oke, singa ini ternyata wangi juga, aroma rokok dan aftershavenya. AAAAHH hentikan pikiran tolol itu sekarang juga, Cassandra!!
“Sekarang, pilihan ada di tangan kamu. Terima tidur di sini bareng aku, atau kamu tidur di sofa, atau kamu boleh tidur di sini sendirian, tapi kamu…” pria itu semakin mendekatiku. Brengsek, brengsek, brengsek!!! Umpatku dalam hati, tentu saja.
“OKAY!! Aku yang tidur di sofa! Puas kamu?!! Cowok tua sadis yang hobinya nyiksa orang?!!” semburku tepat di depan wajahnya yang terlihat puas. 
“Terserah mulut kamu mau bicara apa, aku ngantuk. Dan cepet sana pindah ke sofa!” perintahnya. Ia kembali menjauh, pindah ke sisi satunya lagi. Sebenarnya ukuran tempat tidur ini sangat besar, terlalu besar jika ditempati sendirian. Tapi kalau akau harus satu tempat tidur dengan makhluk sadis ini, tempat tidur sebesar ini pun rasanya seperti kandang tikus.
Cepat-cepat aku turun dari tempat tidur, mengambil sesuatu dari koper, dan langsung melesat menuju kamar mandi.
Setidaknya aku harus melindungi aset-asetku saat sofa yang bakal menjadi teman tidur setiaku di suite ini. Ya setidaknya sampai besok pagi dan kembali ke rumah. Errr tunggu, RUMAH???!! Kepalaku berdenyut lagi.
***
Sinar matahari tak tahu diri menerobos saja ke arahku yang tertidur menyedihkan di atas sofa. Mr. Sadis itu rupanya tidak mengunci pintu balkon semalam, sehingga sinar matahari puas sekali menyinari wajahku. Pelan-pelan aku bangkit, sedikit pusing karena efek memikirkan rumah after we got marriedsemalam.
Ku lihat tempat tidur itu sedikit berantakan, singa itu nampaknya pergi entah kemana meninggalkan aku yang kesakitan akibat tidur di sofa. Singa jahat. Oh, memang ada singa baik?!
Ku lihat bayanganku di cermin. Cukup jelek. Oh shit, umurku yang 20 tahun terlihat lebih tua 15 tahun akibat sehari menikah dengan manusia singa itu. Oke, tenang Cassandra, ini tidak akan lama. Penderitaan ini akan segera berakhir.
Sesuatu di dalam perutku meronta, meminta jatah. Aku melirik jam wekker di nakas. Jelas saja matahari begitu terik karena ini sudah hampir jam sebelas siang. Waktu sarapan jelas-jelas sudah lewat, dan aku sangaaaat lapar sekarang! Manusia sadis itu bahkan tidak membangunkanku setidaknya untuk mengisi perut yang hampir 24 jam hanya kuisi dengan kue-kue kecil yang tugasnya hanya sebagai pengganjal.
Okay, mungkin aku tidak perlu membuang-buang waktu dengan memesan makanan terlebih dahulu, toh pada akhirnya aku akan pulang juga. Ya walau sebetulnya sayang sekali tidak menggunakan suite ini selama tiga hari, sesuai paket wedding yang dipilih kemarin.
Aku membereskan semua peralatanku dari make-up, baju-baju, lingerie cantik nan seksi yang terlihat memuakkan itu, dan kebaya yang aku gunakan kemarin. Harusnya langsung ku buang saja semua ini. Terlalu memorable, dan aku benci sekali dengan memori yang terkandung di dalamnya.
Lima menit kemudian aku sudah siap pulang, dengan koper di tangan kiriku dan kebaya cantik merah marun di tangan kanan. 
Oh yeah, aku baru ingat sesuatu.
Aku belum mandi. 
Kembali ku bongkar isi koperku.
***

2 komentar:

  1. penasaran sama penyebab mereka harus nikah, konflik sama lika-liku cerita berikutnya. lanjutin ci :)

    BalasHapus
  2. Penasaran ya? Lanjutin dong #eh

    BalasHapus