Senin, 25 Februari 2013

It's (not) Love Letter To You

Bogor, 25 Februari 2013

Biarkan aku yang mencintamu..

Aku tak ingin membebanimu dengan perasaanku. Sungguh. Aku hanya ingin kamu tahu, perasaanku yang sejujurnya padamu. Aku tak ingin menjadi seorang pembohong. Tentu kamu ingat kan janji kita lima tahun lalu? Sebuah janji yang menghantarkan kita pada satu keadaan yang harus kita tepati seumur hidup.

Persahabatan sejati.

Aku menyanggupi, awalnya. Namun kehadiranmu di hidupku sungguh keterlaluan. Perhatianmu, kasihmu, pedulimu, kesigapanmu membantuku dalam hal apapun. Bukan maksudku, bukan  inginku untuk mengingkari janji kita. Jika aku boleh menjadi seorang yang egois, kamulah penyebabnya.

Aku tak kecewa.

Ketika aku mengutarakan perasaanku kepadamu, wajahmu sungguh lucu. Aku sebenarnya siap dengan keputusan apapun yang akan terlontar dari bibirmu. Sungguh. Bahkan jika kamu berlari menjauh dan membenciku, aku siap dengan itu. Karena menurutku, seorang pembohong perasaan tak akan mampu bisa membohongi hatinya sendiri, sampai kapanpun akan terasa sakit. Dan, parahnya lagi kesakitan itu akan kutanggung sendiri. Oh, yang benar saja! Kamu pikir aku sebaik itu? Aku memang egois karena menyeretmu dalam pusaran perasaanku ini. Simple-nya, aku membaginya kepadamu, seperti kemarin-kemarin saat aku membagi tanggungan masalahku kepadamu.

Pertanyaannya kini, salahkah apa yang aku lakukan terhadapmu? Berusaha membebanimu dengan perasaanku ini? Hey ingat, aku tidak butuh jawabanmu. Kamu harus tahu itu.

Dengan dirimu masih berada di sampingku saat bibirku yang lancang ini mengutarakan perasaanku kepadamu, aku sebenarnya sangat kaget.

Kamu terlalu baik. Sangat baik.

Bagaimana caranya aku bisa menghapusmu dalam pikiran dan hatiku jika kamu masih terus berada di sisiku?

Sudah cukup rasanya aku bertindak egois kini.

Aku akan pergi, menghilang perlahan dari kehidupan kita. Dari pesan 'selamat pagi' yang selalu mampir di setiap pagi di telepon genggammu. Dari deringan teleponku yang mengganggu tidur malammu. Dari semua yang kulakukan terhadapmu.

Perasaan ini indah.

Namun aku sadar jika kamu tak akan sanggup untuk membalasnya seperti apa yang aku harapkan. Bukan karena kamu tidak mau, tetapi karena kamu tak bisa membohongi perasaanmu sendiri yang nyata ditujukan bukan untukku.

Mungkin awalnya kamu akan heran dengan keberadaanku yang timbul tenggelam. Tapi aku yakin, demikian waktu yang akan membunuh keherananmu. Ah, menulis surat ini saja aku sudah merasakan rindu. Begitu ringannya perasaan ini tumbuh kepadamu. Secepat itu aku merindu, tanpa ada sedikitpun ragu. 

Atau mungkin, ketika surat ini sampai ditanganmu, aku memang sudah pergi. Namun jangan khawatir, aku akan kembali saat hatiku sudah sembuh dan memiliki seseorang yang dapat membalas perasaanku secara utuh. Bukan aku bermaksud untuk bilang kepadamu bahwa aku patah hati. Hei, bisa besar kepalamu nanti?

Seperti yang aku katakan tadi, bahwa aku akan menghilang secara perlahan. Timbul dan tenggelam. Dan gunakan kesempatan itu untuk menggapai asamu sendiri, karena aku juga akan melakukan itu. 

Ah, pegal rasanya mengetik surat ini. Kamu pasti bosan kan? Haha, well, selamat tinggal. Semoga kamu bahagia selalu.


Penuh cinta,


-A

1 komentar:

  1. eaa...ini dari yang penuh cinta untuk siapa ci? hihii

    BalasHapus